BAB II
PEMBAHASAN
1. FILSAFAT MODERN
Tidak dapat
dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai. Secara historis, zaman modern
dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan
ke-15), yang ditandai dengan munculnya gerakan Renaissance. Renaissance berarti
kelahiran kembali, yang mengacu kepada gerakan keagamaan dan kemasyarakatan
yang bermula di Italia (pertengahan abad ke-14). Tujuan utamanya adalah
merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup kristiani dengan mengaitkan filsafat
Yunani dengan ajaran agama Kristen. Selain itu, juga dimaksudkan untuk
mempersatukan kembali gereja yang terpecah-pecah.
Disamping itu,
para humanis bermaksud meningkatkan suatu perkembangan yang harmonis dari
keahlian-keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan
kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik.
Renaissance akan banyak memberikan segala aspek realitas. Perhatian
yang sungguh-sungguh atas segala hal yang konkret dalam lingkup alam semesta,
manusia, kehidupan masyarakat, dan sejarah. Pada masa itu pula terdapat upaya
manusia untuk memberi tempat kepada akal yang mandiri. Akal diberi kepercayaan
yang lebih besar karena adanya suatu keyakinan bahwa akal pasti dapat
menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan juga pemecahannya. Hal ini
dibuktikan adanya perang terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan
terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akalnya.
Asumsi yang
digunakan, semakin besar kekuasaan akal akan dapat diharapkan lahir “dunia
baru” yang penghuninya (manusia-manusianya) dapat merasa puas atas dasar
kepemimpinan akal yang sehat.
Aliran yang
menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini didasarkan pada suatu kesadaran
atas yang individual dan konkret.
Bermula dari
William Ockham (1295-1349), yang mengetengahkan via moderna (jalan
modern) dan via Antiqua (jalan Kuno). Akibatnya, manusia didewa-dewakan,
manusia tidak lagi memusatkan pikirannya kepada Tuhan dan surga. Akibatnya,
terjadi perkembangan ilmu pengetahuan secara pesat dan membuahkan sesuatu yang
mengagumkan. Disisi lain, nilai filsafat merosot karena dianggap ketinggalan
zaman.
Dalam era filsafat modern, yang kemudian
dilanjutkan dengan era abad ke-20, muncullah berbagai aliran pemikiran: Rasionalisme, Empirisme,
Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme,
Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme,
dan Neo-Thomisme.
A. Rasionalisme
Setelah pemikiran
Renaissance sampai pada penyempurnaannya, yaitu telah tercapainya kedewasaan
pemikiran, maka terdapat keseragaman mengenai sumber pengetahuan yang secara
alamiah dapat dipakai manusia, yaitu akal dan pengalaman. Karena orang
mempunyai kecenderungan untuk membentuk aliran berdasarkan salah satu di antara
keduanya, maka kedua-duanya sama-sama membentuk aliran tersendiri yang saling
bertentangan.
Rasionalisme
dipelopori oleh Rane Descartes (1596-1650) yang disebut sebagai bapak filsafat
modern. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia
mengatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus
disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu
mode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang
jelas dan terpilah-pilah. Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti
dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis.
Rene Descartes
yang mendirikan aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang
dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akallah
yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan
akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode dedukatif, seperti dicontuhkan
ilmu pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk
membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional, pernah diterima, tetapi
ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa
yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh
khayalan-khayalan.
Descartes
menginginkan cara yang baru dalam berfikir, maka diperlukan titik tolak
pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, cogito ergo sum.
Jelasnya, bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian.
B. Empirisme
Sebagai tokohnya
adalah Thomas Hobbes, John Locke, dan david hume. Karena adanya kemajuan ilmu
pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai
merosot. Hal ini terjadi karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi
kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi
kehidupan. Kemudian beranggapan bahwa pengetahuan yang bermanfaat., pasti, dan
benar-benar hany diperoleh lewat indra, dan empiriliah satu-satunya sumber
pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama empirisme.
C. Kritisisme
Aliran ini muncul
abad ke-18. Suatu aman baru dimana seorang ahli pikir yang cerdas mencoba
menyelesaikan pertentangan antara rasionalime dan empirisme. Zaman baru ini
disebut zaman pencerahan. Zaman pencerahan ini muncul dimana manusia lahir dalam keadaan belum dewasa. Akan tetapi,
setelah kant mengadakan penyelidikan terhadap peran pengetahuan akal. Setelah
itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi
kemajuan/peradaban manusia.
Sebagai latar
belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan telah mencapai
hasil yang menggembirakan. Di sisi lain, jalannya filsafat tersendat-sendat.
Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu
pengetahuan alam. Isaac Newton (1642-1727) memberikan dasar-dasar berfikir
dengan induksi, yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada gejala-gejala dan
mengembalikan kepada dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk itu dibutuhkan
analisis.
Gerakan ini
dimulai di Inggris, kemudian ke Perancis, dan selanjutnya menyebar ke selurh
erofa, terutama ke Jerman. Dijerman pertentangan antara Rasionalisme dengan
Empirisme semakin berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Kemudian timbul
masalah, siapa yang sebenarnya dikatakan sebagai sumber pengetahuan? Apakah
pengetahuan yang benar itu lewat Rasio atau Empiri?
Seorang ahli pikir
jerman Immanuel kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan persoalan diatas. Pada
awalnya, kant mengikuti Rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh
Empirisme. Walaupun demikian, kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui
bhwa Empirisme terkandung Skep-tisisme. Untuk itu, ia tetap mengakui kebenaran
ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat mencapai kebenaran.
Akhirnya, Kant
mengakui peranan akal dan keharusan Empiri, kemudian dicobanya mengadakan
sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal, tetapi adanya
pengertian timbul dari benda.
Jadi, metode
berpikirnya disebut metode kritis.walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang
tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang
melampaui akal. Sehingga akal mengenai batas-batasnya. Karena itu aspek
irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kenyataannya,
D. Idealisme
Setelah Kant
mengetengahkan tentang kemampuan akal manusia, maka para murid Kant tidak puas
terhadap batas kemampuan Akal, alasannya karena akal murni tidak akan dapat
mengenal hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu, dicarinya suatu dasar,
yaitu suatu sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan: aku sebagai
sumber yang sekonkret-konkretnya. Titik tolak tersebut dipakai sebagai dasar
untuk membuat suatu kesimpulan tentang keseluruhan yang ada.
Pelopor Idealisme : J.G Fichte (1762-1814), F.W.J. Scheling
(1775-1854), G.W.F Hegel (1770-1831), Schopenhauer (1788-1860). Apa yang
dirintis oleh Kant mencapai puncak perkembangannya pada Hegel.
E. Positivisme
Filsafat
positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang telah
diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya.
Maksud positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya,
sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi, setelah fakta diperolehnya,
fakta-fakta tersebut kita atur dapat memberikan semacam asumsi ke masa depan.
Beberapa tokoh: August Comte (1798-1857), John S.Mill (1806-1873), Herbert
Spencer (1820-1903)
F. Evolusionisme
Aliran ini
dipelopori oleh seorang Zoologi yang mempunyai pengaruh sampai saat ini yaitu,
Charles Robert Darwin (1809-1882). Ia mendominasi pemikiran filsafat abad
ke-19.
Pada tahun 1838
membaca bukunya Malthus An Essay on the Principle of population. Menurut
Malthus, Manusia akan cenderung meningkat jumlahnya, diatas bahan-bahan
makanan. Dengan demikian, Darwin memberikan kesimpulan bahwa untuk mengatasi
hal tersebut manusia harus bekerja sama, harus berjuang diantara sesamanya
untuk mempertahankan hidupnya. Karena itu hanya hewan yang ulet yang mampu
untuk menyesuaikan diri dengan iklim sekitarnya.
Dalam
pemikirannya, ia mengajukan konsepnya tentang perkembangan segala sesuatu
termasuk manusia yang diatur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu survival of the
fittest dan struggle for life.
G. Materialisme
Julien de la
mettrie (1709-1751) mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidak
ada bedanya, karena semuanya di anggap sebagai mesin. Seorang tokoh lagi
(Materialisme Alam) adalah Ludwig feueur bach (1804-1872) sebagai pengiku
Hegel, mengemukakan pendapatnya, bahwa baik pengetahuan maupun tindakan berlaku
adagium.
Dari Materialisme
Historis/dialektis, yaitu Karl Marx (1818-1883), sewaktu menjadi mahasiswa ia
terpengaruh oleh ajaran Hegel dan dapat mencapai gelar doktor dalam bidang
filsafat. Menurut pendapatnya, tugas seorang filosof bukan untuk menerangkan
dunia, tetapi untuk mengubahnya.
H. Neo-Kantianisme
Setelah Materialisme pengaruhnya merjalela, para murid Kant
mengadakan gerakan lagi. Banyak filosof jerman yang tidak puas terhadap
Materialisme, Positivisme, dan Idealisme. Mereka ingin kembali ke filsafat
kritis, yang bebas dari spekulasi Idealisme dan bebas dari dogmatis Positivisme
dan Materialisme. Gerakan ini disebut Neo-Kantianisme. Tokohnya antara lain
Wilhelm Windelband (1848-1915), Hermen Cohen (1842-1918), Paul Natrop
(1854-1924), Heinrich Reickhart(1863-1939).
I. Pragmatisme
Pragmatisme
berasal dari kata pragma yang artinya guna. Pragma berasal dari kata Yunani.
Maka Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah
apa aja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang
bermanfaat secara praktis.
Tokohnya William
James (1842-1910) lahir di new york, memperkenalkan ide-idenya tentang
pragmatisme kepada dunia. Ia ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi,
fisiologi, dan filsafat.
J. Filsafat Hidup
Aliran filsafat ini lahir lahir akibat dari reaksi dengan adanya
kemajuan ilmu pengetahuan dan tegnologi yang menyebabkan industrialisasi
semakin pesat. Hal ini mempengaruhi pola pemikiran manusia. Peranan akal pikir
hanya digunakan untuk menganalisis sampai menyusun suatu sintesis baru. Bahkan
alam semesta atau manusia dianggap sebagai mesin, yang tersusun dari beberapa
komponen, dan bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya.
Tokohnya adalah Henry Bergson (1859-1941). Pada mulanya ia belajar
mate-matika dan fisika. Karena ia mempunyai kepandaian menganalisis, muncul
masalah baru dalam pikirannya. Ia dihadapkan pada masalah metafisika yang tidak
tampak dan tempatnya di belakang ilmu pengetahuan. Itulah yang menyebabkan ia
terjun kedalam bidang filsafat.
Pemikirannya, alam semesta ini merupakan suatu organisme yang
kreatif, tetapi perkembangannya tidak sesuai dengan implikasi logis.
Perkembangannya seperti meletup-letup dalam keadaan tidak sama sehingga
melahirkan akibat-akibat dengan spektrum yang baru. Hanya ada beberapa yang
berhasil dapat membentuk suatu organisme kreatif yang sesuai dengan hukum alam.
Salah satunya adalah manusia dengan intelektualnya dan mengapa manusia dapat
lolos dari seleksi alam. Dalam eksistensinya, manusia mempunyai daya hidup.
Dengan adanya daya hidup tersebut diharapkan manusia akan mampu melahirkan
segala tindakannya.
Pemikiran filsafat Henry Bergson ini sebagai reaksi dari
positivisme, materialisme, subjektivisme, dan relativisme. Kemudian ia
mengupayakan, dengan melalui yang positif (ilmu) tersebut untuk menyalami yang
mutlak dalam pengetahuan metafisis. Ia mempertahankan kebebasan dan kemerdekaan
kehendak.
K. Fenomenologi
Fenomenologi
berasal dari kata fenomenon yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang
tidak nyata dan semua. Kebalikannya kenyataan juga dapat diartikan sebagai
ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indra. Misalnya, penyakit flu
gejalanya batuk, pilek, dalam filsafat fenomenologi, arti diatas berbeda dengan
yang dimaksud yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati oleh indra,
karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, dan tidak harus berupa
kejadian-kejadian. Jadi, apa yang kelihatannya dalam dirinya sendiri seperti
apa adanya.
Dan yang lebih
penting dalam filsafat fenomenologi sebagai sumber berfikir yang kritis.
Pemikiran yang demikian besar pengaruhnya di Erofa dan Amerika antara tahun
1920 hingga tahun 1945 dalam bidang ilmu pengetahuan positif. Tokohnya Edmund
Husserl (1839-1939), dan pengikutnya Max Scheler (1874-1928).
Edmund Husserl (1839-1939) lahir diwina. Ia belajar ilmu alam, ilmu
falak, mate-matika, kemudian filsafat. Akhirnya menjadi guru besar Halle,
Gottingen, Freiburg.
Pemikirannya,
bahwa objek/benda harus diberi kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara
deskriptif fenomenologis yang didukung oleh metode deduktif. Tujuannya adalah
untuk melihat hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif
artinya mengkhayalkan gejala-gejala dalam berbagai macam yang berbeda. Sehingga
akan terlihat batas invariable dalam situasi yang berbeda-beda. Sehingga akan
muncul unsur yang tidak berubah-ubah yaitu hakikat. Inilah yang dicarinya dalam
metode variasi eidetis.
J. Eksistensialisme
Kata eksistensialisme berasal dari kata eks=ke luar, dan sistensi
atau sisto= berdiri, menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam
keberadaanya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaanya
ditentukan oleh akunya. Karena manusia selalu terlihat di sekililingnya,
sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu manusia harus
berbuat menjadikan-merencanakan, yang berdasar pada pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai
gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada
(bereksistensi) dalam dunia.
Pelopornya adalah Soren Kierkegaard (1813-1855), Martin Heidegger,
J.P. Sartre, Karl Jaspers, Gabriel Marcel.
Pemikiran Soren Kierkegaard mengemukakan bahwa kebenaran itu tidak
berada pada suatu sistem yang umum tetapi berada dalam eksistensi yang
individu, yang konkret. Karen, eksistensi manusia penuh dengan dosa, hanya iman
kepada kristus sajalah yang dapat mengatasi perasaan bersalah karena dosa.
M. Neo-Thomisme
Pada pertengahan
abad ke-19, di tengah-tengah gereja katolik banyak penganut paham Thomisme,
yaitu aliran yang mengikuti paham Thomas Aquinas. Pada mulanya di kalangan
gereja terdapat semacam keharusan untuk mempelajari ajaran tersebut. Kemudian,
akhirnya menjadi suatu paham Thomisme, yaitu pertama, paham yang menganggap
bahwa ajaran Thomas sudah sempurna. Tugas kita adalah memberikan tafsir sesuai
dengan keadaan zaman. Kedua, paham yang menganggap bahwa walaupun ajaran Thomas
telah sempurna, tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu saat belum
dibahas. Oleh karena itu, sekarang perlu diadakan penyesuaian sehubungan dengan
perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga, paham yang menganggap bahwa ajaran
Thomas harus diikuti, akan tetapi tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya
betul-betul sempurna.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini
didasarkan pada suatu kesadaran atas yang individual dan konkret.Bermula dari
William Ockham (1295-1349), yang mengetengahkan via moderna (jalan
modern) dan via Antiqua (jalan Kuno). Akibatnya, manusia didewa-dewakan,
manusia tidak lagi memusatkan pikirannya kepada Tuhan dan surga. Akibatnya,
terjadi perkembangan ilmu pengetahuan secara pesat dan membuahkan sesuatu yang
mengagumkan. Disisi lain, nilai filsafat merosot karena dianggap ketinggalan
zaman.
Dalam era filsafat modern, yang kemudian
dilanjutkan dengan era abad ke-20, muncullah berbagai aliran pemikiran: Rasionalisme, Empirisme,
Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme,
Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme,
dan Neo-Thomisme.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar