Kamis, 19 Mei 2016

Makalah tentang Filsafat Modern



BAB II
PEMBAHASAN
1. FILSAFAT MODERN
            Tidak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai. Secara historis, zaman modern dimulai sejak adanya krisis zaman pertengahan selama dua abad (abad ke-14 dan ke-15), yang ditandai dengan munculnya gerakan Renaissance. Renaissance berarti kelahiran kembali, yang mengacu kepada gerakan keagamaan dan kemasyarakatan yang bermula di Italia (pertengahan abad ke-14). Tujuan utamanya adalah merealisasikan kesempurnaan pandangan hidup kristiani dengan mengaitkan filsafat Yunani dengan ajaran agama Kristen. Selain itu, juga dimaksudkan untuk mempersatukan kembali gereja yang terpecah-pecah.
            Disamping itu, para humanis bermaksud meningkatkan suatu perkembangan yang harmonis dari keahlian-keahlian dan sifat-sifat alamiah manusia dengan mengupayakan kepustakaan yang baik dan mengikuti kultur klasik.
Renaissance akan banyak memberikan segala aspek realitas. Perhatian yang sungguh-sungguh atas segala hal yang konkret dalam lingkup alam semesta, manusia, kehidupan masyarakat, dan sejarah. Pada masa itu pula terdapat upaya manusia untuk memberi tempat kepada akal yang mandiri. Akal diberi kepercayaan yang lebih besar karena adanya suatu keyakinan bahwa akal pasti dapat menerangkan segala macam persoalan yang diperlukan juga pemecahannya. Hal ini dibuktikan adanya perang terbuka terhadap kepercayaan yang dogmatis dan terhadap orang-orang yang enggan menggunakan akalnya.
            Asumsi yang digunakan, semakin besar kekuasaan akal akan dapat diharapkan lahir “dunia baru” yang penghuninya (manusia-manusianya) dapat merasa puas atas dasar kepemimpinan akal yang sehat.
            Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini didasarkan pada suatu kesadaran atas yang individual dan konkret.
            Bermula dari William Ockham (1295-1349), yang mengetengahkan via moderna (jalan modern) dan via Antiqua (jalan Kuno). Akibatnya, manusia didewa-dewakan, manusia tidak lagi memusatkan pikirannya kepada Tuhan dan surga. Akibatnya, terjadi perkembangan ilmu pengetahuan secara pesat dan membuahkan sesuatu yang mengagumkan. Disisi lain, nilai filsafat merosot karena dianggap ketinggalan zaman.
             Dalam era filsafat modern, yang kemudian dilanjutkan dengan era abad ke-20, muncullah berbagai  aliran pemikiran: Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.
A. Rasionalisme                                       
            Setelah pemikiran Renaissance sampai pada penyempurnaannya, yaitu telah tercapainya kedewasaan pemikiran, maka terdapat keseragaman mengenai sumber pengetahuan yang secara alamiah dapat dipakai manusia, yaitu akal dan pengalaman. Karena orang mempunyai kecenderungan untuk membentuk aliran berdasarkan salah satu di antara keduanya, maka kedua-duanya sama-sama membentuk aliran tersendiri yang saling bertentangan.
            Rasionalisme dipelopori oleh Rane Descartes (1596-1650) yang disebut sebagai bapak filsafat modern. Ia ahli dalam ilmu alam, ilmu hukum, dan ilmu kedokteran. Ia mengatakan, bahwa ilmu pengetahuan harus satu, tanpa bandingannya, harus disusun oleh satu orang, sebagai bangunan yang berdiri sendiri menurut satu mode yang umum. Yang harus dipandang sebagai hal yang benar adalah apa yang jelas dan terpilah-pilah. Ilmu pengetahuan harus mengikuti langkah ilmu pasti dapat dijadikan model cara mengenal secara dinamis.
            Rene Descartes yang mendirikan aliran rasionalisme berpendapat bahwa sumber pengetahuan yang dapat dipercaya adalah akal. Hanya pengetahuan yang diperoleh lewat akallah yang memenuhi syarat yang dituntut oleh semua ilmu pengetahuan ilmiah. Dengan akal dapat diperoleh kebenaran dengan metode dedukatif, seperti dicontuhkan ilmu pasti.
Latar belakang munculnya rasionalisme adalah keinginan untuk membebaskan diri dari segala pemikiran tradisional, pernah diterima, tetapi ternyata tidak mampu menangani hasil-hasil ilmu pengetahuan yang dihadapi. Apa yang ditanam Aristoteles dalam pemikiran saat itu juga masih dipengaruhi oleh khayalan-khayalan.
            Descartes menginginkan cara yang baru dalam berfikir, maka diperlukan titik tolak pemikiran pasti yang dapat ditemukan dalam keragu-raguan, cogito ergo sum. Jelasnya, bertolak dari keraguan untuk mendapatkan kepastian.
B. Empirisme
            Sebagai tokohnya adalah Thomas Hobbes, John Locke, dan david hume. Karena adanya kemajuan ilmu pengetahuan dapat dirasakan manfaatnya, pandangan orang terhadap filsafat mulai merosot. Hal ini terjadi karena filsafat dianggap tidak berguna lagi bagi kehidupan. Pada sisi lain, ilmu pengetahuan besar sekali manfaatnya bagi kehidupan. Kemudian beranggapan bahwa pengetahuan yang bermanfaat., pasti, dan benar-benar hany diperoleh lewat indra, dan empiriliah satu-satunya sumber pengetahuan. Pemikiran tersebut lahir dengan nama empirisme.
C. Kritisisme
            Aliran ini muncul abad ke-18. Suatu aman baru dimana seorang ahli pikir yang cerdas mencoba menyelesaikan pertentangan antara rasionalime dan empirisme. Zaman baru ini disebut zaman pencerahan. Zaman pencerahan ini muncul dimana manusia lahir  dalam keadaan belum dewasa. Akan tetapi, setelah kant mengadakan penyelidikan terhadap peran pengetahuan akal. Setelah itu, manusia terasa bebas dari otoritas yang datangnya dari luar manusia, demi kemajuan/peradaban manusia.
            Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu pengetahuan telah mencapai hasil yang menggembirakan. Di sisi lain, jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu pengetahuan alam. Isaac Newton (1642-1727) memberikan dasar-dasar berfikir dengan induksi, yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada gejala-gejala dan mengembalikan kepada dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk itu dibutuhkan analisis.
            Gerakan ini dimulai di Inggris, kemudian ke Perancis, dan selanjutnya menyebar ke selurh erofa, terutama ke Jerman. Dijerman pertentangan antara Rasionalisme dengan Empirisme semakin berlanjut. Masing-masing berebut otonomi. Kemudian timbul masalah, siapa yang sebenarnya dikatakan sebagai sumber pengetahuan? Apakah pengetahuan yang benar itu lewat Rasio atau Empiri?
            Seorang ahli pikir jerman Immanuel kant (1724-1804) mencoba menyelesaikan persoalan diatas. Pada awalnya, kant mengikuti Rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh Empirisme. Walaupun demikian, kant tidak begitu mudah menerimanya karena ia mengetahui bhwa Empirisme terkandung Skep-tisisme. Untuk itu, ia tetap mengakui kebenaran ilmu, dan dengan akal manusia akan dapat mencapai kebenaran.
            Akhirnya, Kant mengakui peranan akal dan keharusan Empiri, kemudian dicobanya mengadakan sintesis. Walaupun semua pengetahuan bersumber pada akal, tetapi adanya pengertian timbul dari benda.
            Jadi, metode berpikirnya disebut metode kritis.walaupun ia mendasarkan diri pada nilai yang tinggi dari akal, tetapi ia tidak mengingkari adanya persoalan-persoalan yang melampaui akal. Sehingga akal mengenai batas-batasnya. Karena itu aspek irrasionalitas dari kehidupan dapat diterima kenyataannya,
D. Idealisme
            Setelah Kant mengetengahkan tentang kemampuan akal manusia, maka para murid Kant tidak puas terhadap batas kemampuan Akal, alasannya karena akal murni tidak akan dapat mengenal hal yang berada di luar pengalaman. Untuk itu, dicarinya suatu dasar, yaitu suatu sistem metafisika yang ditemukan lewat dasar tindakan: aku sebagai sumber yang sekonkret-konkretnya. Titik tolak tersebut dipakai sebagai dasar untuk membuat suatu kesimpulan tentang keseluruhan yang ada.
Pelopor Idealisme : J.G Fichte (1762-1814), F.W.J. Scheling (1775-1854), G.W.F Hegel (1770-1831), Schopenhauer (1788-1860). Apa yang dirintis oleh Kant mencapai puncak perkembangannya pada Hegel.
E. Positivisme
            Filsafat positivisme lahir pada abad ke-19. Titik tolak pemikirannya, apa yang telah diketahui adalah yang faktual dan yang positif, sehingga metafisika ditolaknya. Maksud positif adalah segala gejala dan segala yang tampak seperti apa adanya, sebatas pengalaman-pengalaman objektif. Jadi, setelah fakta diperolehnya, fakta-fakta tersebut kita atur dapat memberikan semacam asumsi ke masa depan. Beberapa tokoh: August Comte (1798-1857), John S.Mill (1806-1873), Herbert Spencer (1820-1903)
F. Evolusionisme
            Aliran ini dipelopori oleh seorang Zoologi yang mempunyai pengaruh sampai saat ini yaitu, Charles Robert Darwin (1809-1882). Ia mendominasi pemikiran filsafat abad ke-19.
            Pada tahun 1838 membaca bukunya Malthus An Essay on the Principle of population. Menurut Malthus, Manusia akan cenderung meningkat jumlahnya, diatas bahan-bahan makanan. Dengan demikian, Darwin memberikan kesimpulan bahwa untuk mengatasi hal tersebut manusia harus bekerja sama, harus berjuang diantara sesamanya untuk mempertahankan hidupnya. Karena itu hanya hewan yang ulet yang mampu untuk menyesuaikan diri dengan iklim sekitarnya.
            Dalam pemikirannya, ia mengajukan konsepnya tentang perkembangan segala sesuatu termasuk manusia yang diatur oleh hukum-hukum mekanik, yaitu survival of the fittest dan struggle for life.
G. Materialisme
            Julien de la mettrie (1709-1751) mengemukakan pemikirannya bahwa binatang dan manusia tidak ada bedanya, karena semuanya di anggap sebagai mesin. Seorang tokoh lagi (Materialisme Alam) adalah Ludwig feueur bach (1804-1872) sebagai pengiku Hegel, mengemukakan pendapatnya, bahwa baik pengetahuan maupun tindakan berlaku adagium.
            Dari Materialisme Historis/dialektis, yaitu Karl Marx (1818-1883), sewaktu menjadi mahasiswa ia terpengaruh oleh ajaran Hegel dan dapat mencapai gelar doktor dalam bidang filsafat. Menurut pendapatnya, tugas seorang filosof bukan untuk menerangkan dunia, tetapi untuk mengubahnya.
H. Neo-Kantianisme
Setelah Materialisme pengaruhnya merjalela, para murid Kant mengadakan gerakan lagi. Banyak filosof jerman yang tidak puas terhadap Materialisme, Positivisme, dan Idealisme. Mereka ingin kembali ke filsafat kritis, yang bebas dari spekulasi Idealisme dan bebas dari dogmatis Positivisme dan Materialisme. Gerakan ini disebut Neo-Kantianisme. Tokohnya antara lain Wilhelm Windelband (1848-1915), Hermen Cohen (1842-1918), Paul Natrop (1854-1924), Heinrich Reickhart(1863-1939).
I. Pragmatisme
            Pragmatisme berasal dari kata pragma yang artinya guna. Pragma berasal dari kata Yunani. Maka Pragmatisme adalah suatu aliran yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa aja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis.
            Tokohnya William James (1842-1910) lahir di new york, memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatisme kepada dunia. Ia ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi, dan filsafat.
J. Filsafat Hidup
Aliran filsafat ini lahir lahir akibat dari reaksi dengan adanya kemajuan ilmu pengetahuan dan tegnologi yang menyebabkan industrialisasi semakin pesat. Hal ini mempengaruhi pola pemikiran manusia. Peranan akal pikir hanya digunakan untuk menganalisis sampai menyusun suatu sintesis baru. Bahkan alam semesta atau manusia dianggap sebagai mesin, yang tersusun dari beberapa komponen, dan bekerja sesuai dengan hukum-hukumnya.
Tokohnya adalah Henry Bergson (1859-1941). Pada mulanya ia belajar mate-matika dan fisika. Karena ia mempunyai kepandaian menganalisis, muncul masalah baru dalam pikirannya. Ia dihadapkan pada masalah metafisika yang tidak tampak dan tempatnya di belakang ilmu pengetahuan. Itulah yang menyebabkan ia terjun kedalam bidang filsafat.
Pemikirannya, alam semesta ini merupakan suatu organisme yang kreatif, tetapi perkembangannya tidak sesuai dengan implikasi logis. Perkembangannya seperti meletup-letup dalam keadaan tidak sama sehingga melahirkan akibat-akibat dengan spektrum yang baru. Hanya ada beberapa yang berhasil dapat membentuk suatu organisme kreatif yang sesuai dengan hukum alam. Salah satunya adalah manusia dengan intelektualnya dan mengapa manusia dapat lolos dari seleksi alam. Dalam eksistensinya, manusia mempunyai daya hidup. Dengan adanya daya hidup tersebut diharapkan manusia akan mampu melahirkan segala tindakannya.
Pemikiran filsafat Henry Bergson ini sebagai reaksi dari positivisme, materialisme, subjektivisme, dan relativisme. Kemudian ia mengupayakan, dengan melalui yang positif (ilmu) tersebut untuk menyalami yang mutlak dalam pengetahuan metafisis. Ia mempertahankan kebebasan dan kemerdekaan kehendak.
K. Fenomenologi
            Fenomenologi berasal dari kata fenomenon yang artinya gejala, yaitu suatu hal yang tidak nyata dan semua. Kebalikannya kenyataan juga dapat diartikan sebagai ungkapan kejadian yang dapat diamati lewat indra. Misalnya, penyakit flu gejalanya batuk, pilek, dalam filsafat fenomenologi, arti diatas berbeda dengan yang dimaksud yaitu bahwa suatu gejala tidak perlu harus diamati oleh indra, karena gejala juga dapat dilihat secara batiniah, dan tidak harus berupa kejadian-kejadian. Jadi, apa yang kelihatannya dalam dirinya sendiri seperti apa adanya.
            Dan yang lebih penting dalam filsafat fenomenologi sebagai sumber berfikir yang kritis. Pemikiran yang demikian besar pengaruhnya di Erofa dan Amerika antara tahun 1920 hingga tahun 1945 dalam bidang ilmu pengetahuan positif. Tokohnya Edmund Husserl (1839-1939), dan pengikutnya Max Scheler (1874-1928).
Edmund Husserl (1839-1939) lahir diwina. Ia belajar ilmu alam, ilmu falak, mate-matika, kemudian filsafat. Akhirnya menjadi guru besar Halle, Gottingen, Freiburg.
            Pemikirannya, bahwa objek/benda harus diberi kesempatan untuk berbicara, yaitu dengan cara deskriptif fenomenologis yang didukung oleh metode deduktif. Tujuannya adalah untuk melihat hakikat gejala-gejala secara intuitif. Sedangkan metode deduktif artinya mengkhayalkan gejala-gejala dalam berbagai macam yang berbeda. Sehingga akan terlihat batas invariable dalam situasi yang berbeda-beda. Sehingga akan muncul unsur yang tidak berubah-ubah yaitu hakikat. Inilah yang dicarinya dalam metode variasi eidetis.
J. Eksistensialisme
Kata eksistensialisme berasal dari kata eks=ke luar, dan sistensi atau sisto= berdiri, menempatkan. Secara umum berarti, manusia dalam keberadaanya itu sadar bahwa dirinya ada dan segala sesuatu keberadaanya ditentukan oleh akunya. Karena manusia selalu terlihat di sekililingnya, sekaligus sebagai miliknya. Upaya untuk menjadi miliknya itu manusia harus berbuat menjadikan-merencanakan, yang berdasar pada pengalaman yang konkret.
Eksistensialisme merupakan aliran filsafat yang memandang berbagai gejala dengan berdasar pada eksistensinya. Artinya, bagaimana manusia berada (bereksistensi) dalam dunia.
Pelopornya adalah Soren Kierkegaard (1813-1855), Martin Heidegger, J.P. Sartre, Karl Jaspers, Gabriel Marcel.
Pemikiran Soren Kierkegaard mengemukakan bahwa kebenaran itu tidak berada pada suatu sistem yang umum tetapi berada dalam eksistensi yang individu, yang konkret. Karen, eksistensi manusia penuh dengan dosa, hanya iman kepada kristus sajalah yang dapat mengatasi perasaan bersalah karena dosa.
M. Neo-Thomisme
            Pada pertengahan abad ke-19, di tengah-tengah gereja katolik banyak penganut paham Thomisme, yaitu aliran yang mengikuti paham Thomas Aquinas. Pada mulanya di kalangan gereja terdapat semacam keharusan untuk mempelajari ajaran tersebut. Kemudian, akhirnya menjadi suatu paham Thomisme, yaitu pertama, paham yang menganggap bahwa ajaran Thomas sudah sempurna. Tugas kita adalah memberikan tafsir sesuai dengan keadaan zaman. Kedua, paham yang menganggap bahwa walaupun ajaran Thomas telah sempurna, tetapi masih terdapat hal-hal yang pada suatu saat belum dibahas. Oleh karena itu, sekarang perlu diadakan penyesuaian sehubungan dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Ketiga, paham yang menganggap bahwa ajaran Thomas harus diikuti, akan tetapi tidak boleh beranggapan bahwa ajarannya betul-betul sempurna.

BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Aliran yang menjadi pendahuluan ajaran filsafat modern ini didasarkan pada suatu kesadaran atas yang individual dan konkret.Bermula dari William Ockham (1295-1349), yang mengetengahkan via moderna (jalan modern) dan via Antiqua (jalan Kuno). Akibatnya, manusia didewa-dewakan, manusia tidak lagi memusatkan pikirannya kepada Tuhan dan surga. Akibatnya, terjadi perkembangan ilmu pengetahuan secara pesat dan membuahkan sesuatu yang mengagumkan. Disisi lain, nilai filsafat merosot karena dianggap ketinggalan zaman.
             Dalam era filsafat modern, yang kemudian dilanjutkan dengan era abad ke-20, muncullah berbagai  aliran pemikiran: Rasionalisme, Empirisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materialisme, Neo-Kantianisme, Pragmatisme, Filsafat hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme, dan Neo-Thomisme.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar