PENGENDALIAN SOSIAL
MAKALAH DI PRESENTASIKAN DALAM MATA KULIAH SOSIOLOGI
D
I
S
U
N
Oleh :
Desyana Sari
( 431307344)
Juwita Zahara
(431307331)
MANAJEMEN DAKWAH UNIT 13
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2014-2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Setiap
masyarakat tentu mendabakan keadaan yang tenang, aman, dan teratur. Namun,
kondisi normatif tersebut tidak selalu terwujud secara utuh. Banyak
penyimpangan sosial yang terjadi dimasyarakat yang berawal dari ketidaksesuaian
harapan dan kenyatan. Banyak orang yang mendambakan kekayaan, tetapi
kenyataannya tidak mudah, banyak mereka yang berputus asa. Sehingga mereka
menghalalkan segala cara, bahkan dengan cara-cara yang menyimpang dari nilai
dan norma sosial.
Pada zaman
sekarang, sering kita jumpai dimasyarakat berbagai macam prilaku yang
menyimpang, seperti perampokan, pencurian, tawuran pelajar, pengunaan
obat-obatan terlarang, dan sebagainya. Prilaku itu jalas tidak sesuai dengan
nilai dan norma sosial yang berlaku dimasyarakat. Untuk itu diperlukannya
pengendalian sosial yang mengatur prilaku sosial masyarakat.
Pengendalian
sosial dimaksudkan agar anggota masyarakat mematuhi norma-norma sosial sehingga
tercipta keselarasan dalam kehidupan sosial. Untuk maksut tersebut, dikenal
beberapa jenis pengendalian judul makalah ini sengaja dipilih karena menarik
perhatian kami untuk di cermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak
yang peduli terhadap dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah pengendalian sosial harus memaksa warga masyarakat untuk mematuhinya ?
2.
Apakah yang
dapat dilakukan untuk mengatasi penyimpangan sosial dalam lingkup masyarakat ?
3.
Apakah
dampak sosial yang sempurna di lingkungan masyarakat ?
4.
Apakah dalam
melakukan pengendalian sosial kita hanya bisa mencontoh sang pelanggar / pelaku
penyimpangan sosial ?
5. Apakah dampak jika pelaku penyimpangan sosial tidak
merespon /tidak jera dengan adanya pengendalian sosial yang dilakukan
terhadapnya ?
BAB
II
PENGENDALIAN
SOSIAL
1. Pengertian
Pengendalian Sosial
Untuk
mempelajari lebih lanjut hakikat pengendalian sosial, beberapa sosiolog
mendefinisikan pengendalian sosial, diantara nya :
a.
Joseph S. Roucek, ia mengartikan bahwa pengendalian sosial sebagai proses baik
di rencanakan maupun tidak di rencanakan, yang bersifat mendidik, mengajak,
bahkan memaksa warga-warga masyarakat agar mematuhi kaidah-kaidah dan
nilai-nilai sosial yang berlaku.
b. Peter L. Berger, ia
memberikan batasan atau pengertian pengendalian sosial dengan berbagai cara
yang digunakan masyarakat untuk
menertibkan anggotanya yang berbuat menyimpang.
c. Bruce J. Cohen
mengemukakan pengendalian sosial sebagai cara-cara yang digunakan untuk
mendorong seseorang agar berperilaku selaras dengan kehendak kelompok atau masyarakat luas
tertentu.[1]
d. Astrid Susanto, pengendalian sosial adalah
kontrol yang bersifat psikologis dan non fisik, yaitu karena merupakan “tekanan
mental” terhadap individu sehingga individu akan bersikap dan bertindak sesuai
dengan penilaian kelompok karena ia tinggal dengan kelompok.
e. Paul B. Horton dan
Chester L. Hunt, memandang pengendalian sosial sebagai segenap cara dan proses
yang di tempuh oleh sekelompok orang atau masyarakat sehingga para anggotanya
dapat bertindak sesuai dengan harapan kelompok atau masyarakat lain.[2]
Dapat
di simpulkan bahwa pengendalian sosial adalah cara dan proses pengawasan yang
di rencanakan atau tidak yang bertujuan untuk mengajak, mendidik, bahkan
memaksa warga masyarakat agar mematuhi norma dan nilai sosial yang berlaku di
dalam kelompoknya.
2. Sifat-Sifat
Pengendalian Sosial
A. Pengendalian Sosial
Preventif
Sifat pengendalian preventif adalah segala bentuk
pengendalian sosial yang berupa pencegahan atas perilaku menyimpang agar dalam
kehidupan sosial tetap kondusif. Adapun keadaan konformitas dari kehidupan
sosial hanya akan tercapai jika perilaku sosial dalam keadaan terkendali.
Dengan Demikian, tindakan pencegahan adalah kemungkinan terjadinya pelanggaran
terhadap norma sosial yang berlaku. Misalnya :
§ Polisi
lalu lintas yang senantiasa berjaga-jaga di perempatan jalan sebagai langkah
terhadap kemungkinan terjadi pelanggaran lalu lintas.
B.
Pengendalian Sosial Represif
Pengendalian sosial secara refresif adalah bentuk
pengendalian sosial yang bertujuan untuk mengembalikan kekacauan sosial atau
mengembalikan situasi deviasi menjadi keadaan kondusif kembali. Dengan
demikian, pengendalian sosial refresif merupakan bentuk pengendalian di mana
penyimpangan sosial sudah terjadi kemudian di kembalikan lagi agar situasi
sosial menjadi kembali normal, yaitu situasi di mana masyarakat mamatuhi norma
sosial kembali,contoh :
§ Polisi
menertibkan tawuran antardesa dengan menggunakan tembakan agar para pelaku
tawuran membubarkan diri.
§ Seorang
guru memberikan sangsi kepada siswa nya yang bolos belajar.[3]
3. Cakupan Pengendalian Sosial
Siapa
saja yang terlibat dalam pengendalian sosial? Yang terlibat dalam pengendalian
sosial bisa seorang individu atau kelompok individu/manusia. Contohnya sebagai
berikut:
a. Pengawasan antar
individu.
§ Amir
menyuruh adiknya agar berhenti berteriak-teriak, Tono mengawasi adiknya agar
tidak berkelahi, dan Polisi memerintahkan memakai helm pada seorang pengendara
sepeda motor. Dari contoh ini Amir, Tono dan Polisi sebagai individu (manusia
seorang diri) pengendali sosial, yang mengendalikan individu lain.
b. Pengawasan individu
dengan kelompok.
§ Guru
mengawasi ujian di kelas, Polisi mengatur lalu lintas dan Bapak memerintah
anak-anaknya untuk segera belajar daripada ribut terus. Dari contoh ini guru,
polisi, dan bapak sebagai individu yang melakukan pengendalian sosial terhadap
kelompok individu, yaitu murid, pengguna jalan dan anak-anak.
c. Pengawasan kelompok
dengan individu.
§ Bapak
dan Ibu Pranoto selalu mengontrol perilaku anak tunggalnya, sekelompok orang
menyuruh turun pada seorang anak yang memanjat tiang listrik, dan kawanan massa
menghajar seorang pencopet. Dari contoh ini Bapak dan Ibu, sekelompok orang dan
kawanan massa merupakan kelompok pengendali sosial terhadap seorang individu,
yaitu anak tunggal, seorang anak dan seorang pencopet.
d. Pengawasan antar
kelompok.
§ Dua
perusahaan yang melakukan joint venture (patungan) selalu melakukan
saling pengawasan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) memeriksa Departemen
Pendidikan Nasional (Depdiknas), dan dua atau lebih negara berkembang bergabung
dalam pengawasan peredaran obat-obatan terlarang. Dari contoh ini, ada kelompok
orang dalam perusahaan, BPK dan Negara yang mengawasi atau sebagai pengendali
sosial kelompok lain yaitu perusahaan, Depdiknas dan negara berkembang.
Demikianlah, Anda kini telah mengetahui 4 hal cakupan pengendalian sosial. Cobalah
cari contoh-contoh lain agar Anda lebih memahaminya.[4]
4. Bentuk-bentuk
pengendalian sosial
Dalam penerapannya, pengendalian sosial mempunyai
beberapa bentuk, seperti gosip, teguran, pendidikan dan agama, seta sanksi.
Berikut ini urairan singkat mengenai bentuk-bentuk pengendalian sosial tersebut
:
a. Gosip
Gosip adalah kabar yang tidak berlandaskan fakta. Gosip
di sebut juga kabar burung atau desas-desus. Suatu gosip tersebar di masyarakat
jika pernyataan secara langsung atau belum menemukan bukti-bukti yang sah. Pada
umumnya, gosip merupakan kritik tertutup yang di tujukan pada seseorang atau
lembaga yang melakukan penyimpangan sosial. Dalam hal ini, orang tua atau
lembaga yang terkena gosip akan memperbaiki tingkah lakunya, jika tidak, maka
orang tua atau lembaga tersebut akan di cemoo, di kucilkan, dan merasa
terisolisir dalam kehidupan bermasyarakatnya.
b. Teguran
teguran adalah kritik sosial yang bersifat terbuka, baik
lisan atau pun tertulis, terhadap orang atau lembaga yang melakukan tindak penyimpangan
sosial. Teguran di lakukan secara langsung kepada pelaku tindak penyimpangan
agar pelaku tindak penyimpangan tersebut menyadari perbuatannya dan dapat
segera mengentikan tingkah laku menyimpangnya sesuai dengan peraturan yang
berlaku.
c. Pendidikan dan agama
Pendidikan baik formal ataupun nonformal, merupakan salah
satu bentuk pengendalian sosial yang telah melembaga. Pendidikan dapat
berfungsi untuk mengarahkan dan membentuk sikap mental anak didik sesuai dengan
kaidah dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Sedangkan agama merupakan
penuntut umat manusia dalam menjalankan perannya di muka bumi ini. Dalam ajaran
agama, manusia dituntut untuk mampu menjalin hubungan baik dengan Tuhan,
menjalin hubungan baik antarmanusia, dan menjalin hubungan baik dengan alam
lingkungannya.[5]
d. Sanksi
Setiap masyarakat telah mengembangkan sistem penghargaan
dan hukuman (sanksi) agar merangsang para anggotanya untuk menyesuaikan diri
dengan norma-norma yang berlaku. Sanksi positif di hubungkan dengan penghargaan-penghargaan
yang di berikan kepada seseorang yang dapat menyesuaikan diri. Sanksi negatif
berupa hukuman-hukuman yang mungkin di terapkan apabila seseorang tidak
berhasil menyesuaikan diri.[6]
5. Pentingnya
Pengendalian Sosial.
Demi terpeliharanya kewajaran organisasi dan keterlibatan
sosial dalam sesuatu masyarakat, harus di jamin adanya kelangsungan perilaku
yang telah menjadi pola terencana. Untuk mencapai tujuan ini, semua masyarakat
harus mensosialisasikan anggota-anggotanya dengan harapan agar mereka
berperilaku dengan sikap yang dapat di terima secara kemasyarakatan yang sesuai
dengan masing-masing situasi. Bila sosialisasi ini tidak berhasil,
proses-proses pengendalian sosial harus digiatkan demi terpeliharanya ketertiban
yang di butuhkan.[7]
6. Teknik-teknik Pengendalian Sosial.
a. Cara Persuasif
Cara
persuasif lebih menekankan pada usaha untuk mengajak atau membimbing anggota
masyarakat agar dapat bertindak sesuai dengan aturan atau norma yang berlaku
dimasyarakat. Terkesan halus dan menghimbau. Aspek kognitif (pengetahuan) dan
afektif (sikap) sangat ditekankan.
Contoh:
§ Para
tokoh masyarakat membina warganya dengan memberi nasehat kepada warga yang
bertikai agar selalu hidup rukun, menghargai sesama, mentaati peraturan,
menjaga etika pergaulan, dan sebagainya.
b. Cara Koersif
Cara
koersif lebih menekankan pada tindakan atau ancaman yang menggunakan kekerasan
fisik. Tujuan tindakan ini agar si pelaku jera dan tidak melakukan perbuatan
buruknya lagi. Jadi terkesan kasar dan keras. Cara ini hendaknya merupakan
upaya terakhir sesudah melakukan cara persuasif.
Contoh:
§ Agar
para perampas sepeda motor jera akan perbuatannya, maka ketika tertangkap
masyarakat langsung mengeroyoknya. Tindakan tersebut sebenarnya dilarang secara
hukum, karena telah main hakim sendiri. Namun cara tersebut dilakukan
masyarakat dengan maksud agar para perampas sepeda motor lainnya takut untuk
berbuat serupa.
c. Cara Pengendalian Sosial Melalui
Sosialisasi
Cara
pengendalian sosial melalui sosialisasi dikemukakan oleh Froman pada tahun 1944
sebagai berikut: “Jika suatu masyarakat ingin berfungsi secara efisien, maka
mereka harus melakukan perannya sebagai anggota masyarakat”. Melalui
sosialisasi mereka dapat menjalankan peran sesuai dengan yang diharapkan
masyarakat. Misalnya, sejak kecil seseorang dididik melakukan kewajiban yang
ada di lingkungan keluarga seperti membersihkan rumah dan merapikan kamar,
lambat laun akan timbul rasa senang dalam diri anak tersebut jika sudah
melakukan kewajibannya. Apabila si anak tersebut sudah besar dan hidup di
lingkungan yang lebih luas, ia akan terbiasa berperan sesuai dengan status yang
ia sandang. Melalui sosialisasi seseorang diharapkan dapat menghayati
(menginternalisasikan) norma-norma, nilai di masyarakat dan menerapkan dalam
perilakunya sehari-hari.
d. Cara Pengendalian Sosial Melalui Tekanan
Sosial.
Cara
pengendalian sosial melalui tekanan sosial dikemukakan oleh Lapiere pada tahun
1954. Lapiere berpendapat bahwa pengendalian sosial merupakan suatu proses yang
lahir dari kebutuhan individu akan penerimaan kelompok. Kelompok akan sangat
berpengaruh jika anggotanya sedikit dan akrab. Keinginan kelompok dapat
digunakan untuk menerapkan norma-norma yang ada agar para anggotanya dapat
merealisasikannya.[8]
7. Funsi Pengendalian
Sosial
Koentjoroningrat menyebutkan sekurang-kurangnya ada lima
fungsi pengendalian sosial, yaitu :
a. Mempertebal
keyakinan anggota-anggota masyarakat akan kebaikan norma-norma kemasyarakatan.
Upaya ini di tempuh dengan cara meyakinkan kepada para anggota masyarakat bahwa
mematuhi norma dan nilai-nilai adalah langkah yang baik dalam mencapai
kehidupan sosial. Beberapa cara yang di tempuh dalam rangka mempertebal
keyakinan masyarakat terhadap norma sosial, diantara nya melalui pendidikan,
sugesti sosial, dan menonjolkan kelebihan norma-norma.
b. Memberikan
penghargaan kepada anggota masyarakat yang taat pada norma-norma
kemasyarakatan. Konsep ini mengandung pola-pola ganjaran dan hukuman, yaitu
memberikan penghargaan bagi anggota masyarakat yang telah berprestasi
menghasilkan produk tingkah pekerti yang baik. Imbalan ini misalnya pujian,
penghargaan dan imbalan material lainnya.
c. mengembangkan rasa
malu dalam diri atau jiwa anggota masyarakat jika mereka menyimpang atau
menyeleweng dari norma dan nilai kemasyarakatan yang berlaku.
d. Menimbulakan rasa
takut di dalam diri seorang atau sekelompok orang tersebut adalah resiko dan
ancaman.
e. Menciptakan sistem
hukum, yaitu sistem tata tertib dengan sanksi-sanksi yang tegas bagi para penyelenggara
yang biasanya dapat dilihat di dalam sistem hukum tiap-tiap struktur masyarakat
yang berlaku.
8. Jenis- Jenis Lembaga
Pengendalian Sosial
Lembaga-lembaga
pengendalian sosial, secara garis besar di bedakan menjadi dua macam, di antara
nya :
A. Lembaga pengendalian
sosial formal
§ Lembaga
kepolisian
§ Pengadilan
§ Lembaga
pendidikan
B. Lembaga pengendalian
sosial informal
§ Lembaga
adat
§ Lembaga
keagamaan
§ Tokoh
masyarakat
§ Organisasi-organisai
sosial seperti LSM dan sebagainya.
§ Lembaga
penyiaran dan pemberitaan (pers). [9]
BAB
III
PENGENDALIAN
SOSIAL
A. Pada
dasarnya pengendalian sosial tidak diharuskan memaksa setiap warga masyarakat
untuk mematuhinya, namun apabila kita telah berupaya mengajak warga masyarakat
agar tidak berperilaku menyimpang serta membimbing adanya
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan warga, kita bisa memaksa agar
ketertiban dalam bermasyarakat dapat terpelihara dan menciptakan serta
menegakkan sistem hukum di negara indonesia.
B. Pada
dasarnya setiap manusia pasti pernah melakukan kegiatan yang menyimpang, namun
tidak semua manusia melakukan penyimpangan-penyimpangan tersebut lekas sadar
dan jera, kita bisa memberikan mereka contoh yang baik agar mereka mengikuti
kita, kita juga bisa memberi teguran, tekanan baik paksaan, ancaman, maupun
hukuman secara langsung seperti pengucilan, cemooh atau ejekan serta
kritik-kritik yang dirasa cukup membuat mereka (pelaku penyimpangan sosial
tersebut menjadi malu sehingga tidak mengulangi perbuatannya lagi.
C. Kerap
kali kita jumpai beberapa warga masyarakat maupun lembaga pengendalian sosial berupaya
untuk mewujudkan pengendalian sosial dengan tujuan agar terjalin hubungan
bermasyarakat yang harmonis dan aman, namun pelaku penyimpangan sosial tetap
marak dalam kalangan masyarakat, itu menjadi dampak langsung pengendalian
sosial dalam kalangan masyarakat belum terwujud secara sempurna, sang pelaku
penyimpangan sosial tidak jera dan mengulangi kesalahan-kesalahan yang
menyimpang tersebut dalam lingkungan masyarakat.
D. Dalam
lingkup masyarakat tentunya kita sering melihat berbagai penyimpangan-penyimpangan
yang berdampak buruk bagi mereka (sang pelaku) juga terhadap kita yang mungkin
kurang memperhatikan mereka dan penduli pada mereka, warga masyarakat lebih
sering mencemooh atau memberikan ejekan-ejekan yang belum tentu direspon oleh
sang pelaku, sebenarnya itu ejekan-ejekan yang diberikan itu tidak cukup untuk
membuat pelaku penyimpangan tidak sadar, kita juga harus memberi mereka
pengertian, kita bisa mengingatkan, memberi contoh yang baik, maupun
hukuman-hukuman yang men
E. Dalam
melakukan pengendalian sosial untuk mengatasi penyimpangan sosial kita bisa
melakukan dengan cara memberi teguran, menekan, baik memaksa, mengancam atau
menakut-nakuti pelanggar tersebut agar tidak mengulangi perbuatannya, namun
jika semua itu telah kita lakukan tetapi penyimpangan sosial tidak jera,
masyarakat bisa melaporkan kepada pihak yang berwajib agar bisa dilakukan
hukuman secara langsung diberi sanksi, kita juga bisa mengucilkan pelaku jika
pelanggaran yang dilakukan dirasa cukup meresahkan, tidak hanya di dunia, namun
di akhiratpun pasti sang pelaku akan mendapat timbal balik atas perbuatan yang
telah dilakukannya.
BAB
IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Berger (1978) mendefinisikan
pengendalian sosial sebagai cara yang digunakan masyarakat untuk menertibkan
anggotanya yang membangkang.
·
Roucek (1965) mengemukakan bahwa
pengendalian sosial adalah suatu istilah kolektif yang mengacu pada proses
terencana dimana individu dianjurkan, dibujuk, ataupun dipaksa untuk
menyesuaikan diri pada kebiasaan dan nilai hidup kelompok.
·
Secara umum dapat disimpulkan bahwa
upaya untuk mewujudkan kondisi seimbang didalam masyarakat disebut Pengendalian
Sosial (Social Control).
·
Empat cakupan pengendalian sosial:
pengawasan antar individu, pengawasan individu dengan kelompok, pengawasan
kelompok dengan individu, pengawasan antar kelompok.
·
Sifat pengendalian sosial ada dua macam:
– Preventif, yaitu
pengendalian sosial dilakukan sebelum terjadinya pelanggaran.
– Represif, yaitu
pengendalian sosial yang ditujukan untuk memulihkan keadaan seperti sebelum
pelanggaran terjadi
·
Tujuan pengendalian sosial terciptanya
suatu keadaan yang serasi antara stabilitas dan perubahan dalam masyarakat.
·
Cara/teknik pengendalian sosial yaitu
persuasive dan represif.
Daftar Pustaka
ü M.
Setiadi, Elly dan Usman Kolip. Pengantar
Sosiologi. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group. 2011.
ü Murdiyatmoko,
Janu. Sosiologi Untuk SMA 1 (kelas XII). Bandung:
Grafindo Media Pratama. 2004
ü J.Cohen,
Bruce. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: PT.Rineka Cipta.1992
Situs Web
[1] Elly
M.Setiadi & Usman Kolip, Pengantar
Sosiologi, Kencana Prenadamedia Group, Jakarta, 2011, hlm 163
[2] Janu
Murdiyatmoko, sosiologi untuk SMA Kelas 1
(Kelas XI), Grafindo Media Pratama, Bandung, 2004, hlm 121.
[3] Elly M, Op. Cit., hlm. 256
[4]http://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:UPDKnUqdLFEJ:https://ikaribajuwanita.files.wordpress.com/2011/05/pengendalian-sosial.pdf+&cd=1&hl=id&ct=clnk. Di akses oleh Desyana Sari. Pada tanggal 28
mei 2015.
[5] https://www.google.com/search?q=pdf+pengendalian+sosial&ie=utf-8&oe=utf-8.
Di akses oleh Desyana Sari. Pada tanggal 07 juni 2015
[6] Bruce J.
Cohen, Sosiologi Suatu Pengantar, PT.
Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hlm 203
[7] Bruce
J., Op. Cit., hlm, 199.
[8]https://www.google.com/search?q=pdf+pengendalian+sosial&ie=utf-8&oe=utf-8.
diakses oleh Desyana Sari pada tanggal 28 Mei 2015.
[9] Elly M, Op. Cit., hlm. 267-279
Tidak ada komentar:
Posting Komentar