THAHARA
D
I
S
U
S
U
N
Oleh :
DESYANA sari
Murjuniansyah
Syakir arsalan

FAKULTAS DAKWAH
DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI AR-RANIRY
2014-2015
KATA
PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa penulis
panjatkan kehadirat Allah Rabbul jalil, yang telah menganugrahkan ilmu
pengetehuan, kesempatan, kesehatan, dan ketabahan hati sehingga penulis telah
dapat menyelesaikan makalah ini. Salawat berangkai salam penulis sampaikan
kepada junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, yang telah membebaskan umatnya
dari belenggu kebodohan membawa kealam yang berilmu pengetahuan.
Makalah ini
berjudul “THAHARA” penyusun ini bertujuan sebagai tugas mata kuliah FIQH.
Dengan
selesai tugas makalah ini penulis mengucapkan terima kasih yang
setulus-tulusnya kepada Ibu Muthmainnah selaku pembimbing dalam mata kuliah
ini.
Akhirnya
penulis menyadari pula bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh
karena itu dengan segala kerendahan hati penulis mengharapkan kritik dan
saran-saran dari semua pihak untuk kesempurnaannya dimasa mendatang. Kepada
Allah jugalah kita berserah diri semoga kita bersama selalu dalam bimbingan dan
lindungannya.
Amin, amin ya rabbal alamin.
Banda Aceh 02 April 2014
Penulis
BAB
I
PENDAHULUAN
Dalam pembahasan fiqh,
secara umum selalu diawali dengan uraian tentang thaharah. Secara khusus, dalam
semua kitab atau buku fiqh ibadah selalu diawali dengan thaharah. Hal ini tidak
lain karena thaharah ( bersuci ) mempunyai hubungan yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan
dengan ibadah. Sebaliknya, ibadah juga berkaitan erat dengan thaharah. Artinya,
dalam melaksanakan suatu amalan ibadah, seseorang harus terlebih dahulu berada
dalam keadaan bersih lagi suci, baik dari hadas besar maupun hadas kecil,
termasuk sarana dan prasarana yang digunakan dalam beribadah, mulai dari
pakaian, tempat ibadah dan lain sebagainya. Dengan kata lain, thaharah dengan
ibadah ibarat dua sisi mata uang, dimana dimana antara satu sisi dengan sisi
lainnya tidak dapat dipisahkan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Thaharah
Pengertian thaharah secara bahasa
adalah ”bersuci dan bersih dari kotoran material dan immaterial”. Sedangkan
maknanya secara syariat adalah “mengangkat hadats dan menghilangkan najis”.
Mengangkat hadats itu terjadi dengan
menggunakan air bersama niat. Yaitu di seluruh tubuh juka ia adalah hadats
besar atau si anggota tubuh yang empat jika ia adalah hadats kecil. Bersuci
bisa menggunakan apa yang menggantikan air ketika tidak ada air atau tidak
mampu menggunakannya, yaitu dengan cara tayamum.
Kesucian dalam ajaran Islam
dijadikan syarat sahnya sebuah ibadah, seperti shalat, thawaf, dan sebagainya.
Bahkan manusia sejak lahir hingga wafatnya juga tidak bisa lepas dari masalah
kesucian. Oleh karena itu para ulama bersepakat bahwa berthaharah adalah sebuah
kewajiban. Sehingga Allah sangat menyukai orang yang mensucikan diri
sebagaimana firman berikut ini:
إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ
التَّوَّابِيْنَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِيْنَ
“ Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan
menyukai orang-orang yang bersuci “ (QS. al-Baqarah/2: 222)
Dalam sebuah hadis dijelaskan pula:
الطُّهُوْرُ شَطْرُ
اْلإِيمْاَنِ
“ Kesucian itu sebagian dari iman.”
Secara umum ruang lingkup thaharah
ada dua, yakni membersihkan najis ( istinja’
) dan membersihkan hadas. Dari masing-masing ruang lingkup akan diperinci
lagi. Dalam istinja’ akan dibahas mengenai benda najis, bahan untuk
membersihkan najis, dan cara membersihkan najis.
B. Macam-macam Thaharah
1. Wudlu
Dalam perkembangannya, wudlu sebagai
wahana mensuciakan diri dari hadas kecil, dapat digantikan dengan praktek
penyucian lainnya yaitu ketika tidak didapatkan air.
Adapun rukun wudlu
adalah sebagai berikut :
·
Niat. hendaknya berniat menghilangkan hadast kecil,
dan cara melakukannya tepat pada waktu membasuh muka, sesuai dengan pengertian
niat itu sendiri : “Qhasdus Syai’in,
muqtarinan bi fi’lihi”. Yang artinya : meniatkan sesuatu secara
beriringan dengan perbuatan.
·
Membasuh
seluruh muka ( mulai dari tumbuhnya rambut kepala hingga bawah dagu, dan dari
telinga kanan hingga telinga kiri )
·
Membasuh
kedua tangan sampai siku-siku
·
Mengusap
sebagian rambut kepala
·
Membasuh
kedua belah kaki sampai mata kaki
2. Tayamum
Menurut pengertian bahasa, tayammum
berarti maksud atau tujuan. Sedang menurut pengertian syariat, tayamum berarti
menuju ke pasir untuk mengusap wajah dan sepasang tangan dengan niat agar
diperbolehkan melakukan shalat.
Adapun rukun dan tata cara tayamum adalah sebagai berikut :
·
Niat
Para ulama
berbeda pendapat tentang bagaimana niat tayamum seharusnya. Ulama Malikiyah dan
Syafi’iah berpendapat hampir sama, niat tayamum yang dianggap sah adalah niat
tayamum untuk diperbolehkan melaksanakan sholat atau niat melaksanakan
kewajiban tayamum, sedangkan untuk menghilangkan hadats tidak sah.
Sedangkan
ulama Hanafiah berpendapat bahwa niat hanya merupakan syarat sah tayamum, bukan
rukun. Menurut kelompok ini, yang penting niat disertai tujuan tayamum.
·
Mengusap
wajah dan kedua tangan dengan debu.
Menurut
Malikiyah dan Hanabillah orang yang akan bertayamum harus menepukkan tanganya
ke tanah yang suci satu kali kemudian mengusapkanya ke tangan dan wajah,
sedangkan menurut Hanafiyah dan Syafi’iyah harus menepukkan tangan dua kali,
yang pertama untuk diusapkan ke tangan dan yang kedua ke wajah.
Batasan
dalam mengusap wajah tidak diharuskan debu merata sampai kulit dasar jenggot
meskipun tidak lebat. Sedangkan bagian tangan sebagian ulama berpendapat hanya
mengusap sampai pergelangan tangan saja dan menganggap sampai ke siku sebagai
sunnah, namun sebagian mengqiyaskan dengan wudhu yaitu membasuh sampai
siku-siku.
·
Tartib
Syafi’iah dan Hanabilah berpendapat
bahwa tartib menjadi rukun tayamum untuk menghilangkan hadats kecil, sedangkan
untuk menghilangkan hadats besar tidak menjadi rukun. Malikiyah dan Hanafiyah
berpendapat bahwa tartib hanya sunah, bukan wajib.
·
Muwalah
Shafi’iyah
dan Hanafiyah berpendapat bahwa muwalah atau berurutan tidak termasuk rukun
tayamum, melainkan sunah. Sedangkan Malikiyah dan Hanabilah berpendapat untuk
memasukkanya ke dalam rukun tayamum.
3. Mandi besar
Mandi
adalah meratakan atau mengalirkan air keseluruh tubuh. Sedangkan mandi besar
atau junub atau wajib adalah mandi dengan menggunakan air suci dan bersih ( air
mutlak ) yang mensucikan dengan mengalirkan air tersebut keseluruh tubuh mulai
dari ujung rambut sampai ujung kaki. Tujuan mandi wajib adalah untuk
menghilangkan hadast besar yang harus dihilangkan sebelum melakukan ibadah
sholat.
Mandi itu
disyariatkan berdasarkan Firman Allah SWT :
و ان كنتم جنبا فا طهروا
“Dan jika kamu junub hendaklah bersuci!”
(Q.S Al-Maidah : 6).
Hal-hal
yang mewajibkan mandi wajib. Mandi itu diwajibkan atas lima perkara :
a.
Keluar air mani disertai syahwat,
baik diwaktu tidur maupun bangun, dari laki-laki atau wanita.
b.
Hubungan kelamin, yaitu memasukan
alat kelamin pria kedalam alat kelamin wanita, walau tidak sampai keluar air
mani.
c.
Firman Allah Ta’ala : “ jika kamu junub, hendaklah kamu bersuci ”.
d. Terhentinya haid dan nifas.
e. Mati, bila seorang menemui ajal wajiblah memandikannya
berdasarkan ijma’.
f.
Orang kafir bila masuk islam.
Rukun ( Fardhu ) dan Tata Cara Mandi Besar.
·
Rukun
mandi besar ada dua antara lain :
1)
Niat ( bersamaan dengan membasuh
permulaan anggota tubuh ).
2)
Membasuh air dengan tata keseluruhan
tubuh, yakni dari ujung rambut sampai ujung
kaki.
·
Tata
Cara Mandi Wajib. Hal-hal yang perlu diperhatikan selama mandi ialah sebagai
berikut :
a) Membaca Niat. Yaitu “ Nawaitul ghusla lirof’il hadatsil fardlol
ilaahita’ala ”.
b) Membilas atau membasuh seluruh badan
dengan air ( air mutlak yang menyucikan ) dari ujung kaki ke ujung rambut
secara merata.
c) Hilangkan najis yang lain bila ada.
4. Istinja’ ( cebok )
Bersuci
setelah buang air kecil atau air besar disebut istinja’. Dalam hal ini boleh
memakai air, dan jika tidak mendapati air maka boleh memakai tiga buah batu
kering. Tiga buah batu yang dimaksud adalah bisa berupa tiga buah batu atau
juga satu batu yang memiliki tiga sisi ( segitga ). Hukum Istinja’ adalah
wajib, bagi yang tidak melakukannya terhitung dosa.
Etika saat
buang air, dalam ajaran Islam :
a. Masuk kamar mandi mendahulukan kaki
kiri, dan keluar menggunakan kaki kanan
b. Hendaklah memakai alas kaki atau
sandal
c. Selama dikamar mandi jangan bicara
kecuali terpaksa
d. Hendaklah jauh dari orang agar
baunya tidak menggangu
e. Menjauhi diri dari pandangan orang
lain
f. Jangan buang air di air yang tenang
( tidak mengalir )
C. Alat –alat untuk bersuci
Bersuci bisa dilakukan dengan dua
benda :
1. Air
Ditinjau
dari hukumnya air dibagi menjadi empat :
·
Air
mutlak yaitu air suci yang dapat dipakai mensucikan. Sebab belum berubah sifat
( bau, rasa, dan warnanya ).
·
Air
musyammas yaitu air suci yang dapat dipakai untuk mensucikan, namun makruh
digunakan. Mislanya, air bertempat dilogam yang bukan emas, dan terkana panas
matahari.
·
Air
musta’mal yaitu air suci tetapi tidak dapat dipakai untuk mensucikan karena
sudah dipakai untuk bersuci, meskipun air itu tidak berubah warna, rasa, dan
baunya.
·
Air
mutanajis yaitu air yang terkena najis, dan jumlahnya kurang dari dua kullah.
Karenanya air tersebut tidak suci dan tidak dapat dipakai mensucikan.
2.
Tanah
Dapat
mensucikan telapak kaki dan sandal yang dipergunakan berjalan diatas tanah,
atau dapat dipergunkan untuk menggosok sesuatu yang melekat diatas sandal,
dengan syarat bahan najis itu dapat hilang, menurut imamiyah dan hanafi.
D. Macam - macan Hadas
Hadas
adalah suatu keadaan tidak suci dan tidak dapat dilihat, tetapi wajib disucikan
demi sahnya ibadah. Hadas dibagi dua :
1. Hadas kecil penyebabnya keluar sesuatu dari dubur dan kubul,
menyentuh lawan jenis yang bukan muhrimnya, dan tidur nyenyak dalam keadaan
tidak tetap. Cara mensucikan hadas kecil ini adalah dengan wudhu atau tayamum.
2. Hadas Besar penyebabnya keluar air mani, bersetubuh ( baik
keluar mani atau tidak ), menstruasi atau nifas ( keluar darah karena
melahirkan ), dan lain sebagainya. Cara mensucikan hadas besar adalah dengan
mandi wajib.
E. Macam - macam Najis dan cara
menghilangkannya
Najis
adalah suatu benda kotor menurut syara’ ( hukum agama ). Benda – benda najis
itu meliputi :
1. Darah, dan nanah
2. Bangkai, kecuali bangkai manusia,
ikan laut, dan belalang
3. Anjing dan babi
4. Segala sesuatu yang dari dubur dan
qubul
5. Minuman keras, seperti arak
6. Bagian atau anggota tubuh binatang
yang terpotong dan sebagainya sewaktu masih hidup
Adapun macam - macam najis yaitu sebagai berikut :
1. Najis Ringan ( mukhofafah ), yaitu air kencing bayi lelaki
yang berumur dua tahun, dan belum makan sesutu kecuali air susu ibunya.
Menghilangkannya cukup diperceki air pada tempat yang terkena najis tersebut.
Jika air kencing itu dari bayi perempuan maka wajib dicuci bersih. Rasulullah
SAW bersabda, “ Sesungguhnya pakaian dicuci jika terkena air kencing anak
perempuan, dan cukup diperciki air jika terkena kencing anak laki - laki “.
( HR. Abu Dawud, Ahmad, dan Hakim )
2. Najis Sedang ( mutawasitoh ), yaitu segala sesuatu yang
keluar dari dubur dan qubul manusia atau binatang, barang cair yang memabukkan,
dan bangkai ( kecuali bangkai manusia, ikan laut, dan belalang ) serta susu,
tulang, dan bulu hewan yang haram dimakan. Dalam hal ini tikus termasuk
golongan najis, karena tikus hidup di tempat - tempat kotor seperti comberan dan tempat sampah sekaligus
mencari makanan disana. Sedangkan kucing tidak najis. Rasulullah SAW telah
bersabda, “ Sungguh kucing itu tidak najis, karena ia termasuk binatang yang
jinak kepada kalian “. ( HR Ash-habus Sunan dari Abu Qotadah ra.)
Najis
mutawasitoh dibagi dua :
·
Najis
I, yaitu yang berwujud ( tampak dan tidak dilihat ). Misalnya, kotoran manusia
atau binatang.
·
Najis
hukmiyah, yaitu najis yang tidak berwujud ( tidak tampak dan tidak terlihat ),
seperti bekas air kencing, dan arak yang sudah mongering.
Cara membersihkan najis mutawashitho
ini, cukupalah dibasuh tiga kali agar sifat - sifat najisnya( yakni warna,
rasa, dan baunya ) hilang.
3. Najis berat ( mugholladhoh ) adalah najis anjing dan babi.
Cara menghilangkannyaharus dibasuh sebanyak tujuh kali dan salah satu air yang
bercampur tanah. Muhammad Rasulullah SAW bersabda : “ Jika bejana salah
seorang diantara kalian dijilat anjing, cucilah tujuh kali dan salah satunya
hendaklah dicampur dengan tanah ”. ( HR.Muslim ).
Selain tiga jenis kotoran diatas,
ada satu lagi, yaitu najis ma’fu ( najis yang dimaafkan ). Antara lain nanah
dan darah yang cuma sedikit, debu, air dari lorong - lorong ynag memercik
sedikit yang sulit dihindarkan.
BAB
III
PENUTUP
KESIMPULAN
Bersuci dari hadas
maupun najis termasuk dalam perihal thaharah atau bersuci. Dalam hukum Islam
juga disebutkan, bahwa segala seluk beluknya termasuk bagian ilmu dan amalan
yang penting. Macam - macam Thaharah ada empat yaitu pertama, tentang
wudhu yaitu menghilangkan najis dari badan. Kedua, tentang bertanyamum
yaitu pengganti air wudhu disaat kekeringan. Ketiga, mandi besar yaitu
menyiram air keseluruh tubuh disertai niat. Keempat, Istinja’ yaitu
membersihkan kotoran yang keluar dari salah satu dua pintu keluarnya kotoran
itu.
Bersuci bisa juga
menggunakan alat - alat bantu yang dianjurkan oleh Rasullullah SAW yaitu Air,
tanah, dan masih banyak lagi yang bisa digunakan. Macam - macam hadas juga
terbagi menjadi dua ialah hadas kecil yaitu yang disebabkan oleh keluar sesuatu dari
dubur dan kubul, sedangkan hadas besar yaitu yang disebabkan oleh keluarnya air
mani dan bersetubuh. Dan macam - macam Najis terbagi menjadi tiga yaitu Najis
Mukhofafah, Najis Mutawashitho, dan Najis Mogholladhoh.
DAFTAR PUSTAKA
Aibak,
Kutbuddin, Fiqh Tradisi, Yogyakarta, 2012.
Al fauzan, saleh, Fiqih Sehari-hari, Gema Insan, Jakarta, 2009.
Dainuri
Muhamad, Kajian kitab kuning terhadap
ajaran islam, Sinar Jaya, Magelang, 1996.
Hamid,
Abdul, Fiqh Ibadah, CV Pustaka Setia, Bandung, 2008.
HR.
Muslim, Fadlul Wudlu, Daar al-fikr, Beirut.
Mughniyah,
Muhammad jawad, Fiqih Lima Mazhab, PT. Lentera Basritama, Jakarta, 2001.
Rifa’i,
Drs.H. Moh, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, PT. Karya Toha Putra, Semarang,
1978.
W.
Alhafidz Ahsin, Fikih Kesehatan, Amzah, Jakarta, 2007.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar